Laman

Selasa, 13 Mei 2014

KAFE PELANGI



Matahari mulai lelah dan siap di gantikan oleh bulan. Malam ini Dara bersiap untuk menjalani kebiasaannya, kebiasaannya adalah pergi ke kafe, kafe tersebut bernama kafe pelangi yang bertempat di pusat kota, bukan untuk menikmati malam minggu bersama pacar, iya tentu saja dia belum berpacaran (lagi), karena Dara adalah seorang penyendiri dan sangat tertutup. Dara menjadi penyendiri dan tertutup bukan  tanpa alasan, dia begitu karena pernah di tinggalkan, di tinggalkan oleh seorang pria yang dia kenal dari sebuah kafe di pusat kota.


Waktu itu, Dara sedang menikmati secangkir kopi moka sambil bermain dengan gadget canggihnya, sendirian, dalam keramaian kafe. Tiba-tiba datang seorang pria tegap datang menghampiri “Nona, apakah anda sendirian ?” ucap si pria tegap kepada Dara. Dengan sigap Dara memandang wajah pria tersebut dan “Iya tuan, kebetulan saya sendiri” ucap Dara. Farhan itu namanya, pria tegap itu mengenalkan dirinya setelah ia di beri izin untuk duduk bersama Dara. Farhan bukannya mau duduk bersama Dara begitu saja, tapi Farhan tidak dapat tempat duduk di kafe tersebut karena kafenya begitu ramai.

Singkat cerita, Dara dan Farhan saling bertukar nomer ponsel. Tanpa mereka sadari, cinta datang ke dalam hati mereka seiring berjalannya waktu. Kafe pelangi menjadi saksi saat Farhan mengatakan “Aku cinta kepadamu, aku akan selalu ada untukmu layaknya kopi dan cangkirnya yang tidak akan bisa di pisahkan”. mereka resmi menjalin hubungan yang lebih dari teman atau sahabat, iya tentu saja saat mereka menjadi pacar. Kafe pelangi juga menjadi saksi saat mereka berbahagia, bertengkar dan saat saling melempar canda yang pada akhirnya membuat mereka berdua tertawa lepas di dalam keramaian. Manager, pelayan atau bahkan pengujung tetap kafe itu sudah terbiasa akan semua obrolan keras, teriakan, dan suara tawa yang lantang dari pasangan tersebut selama dua bulan terakhir ini.

Tapi, bagi Dara, pagi hari itu tidak seindah pagi-pagi sebelumnya. Itu semua karena sudah dua hari ini Farhan menghilang tanpa kabar. Dara sudah berkali-berkali menelpon ponsel Farhan, bahkan Dara sudah dua kali menyambangi rumah Farhan. Namun, rumah Farhan sepi tanpa penghuni selama dua hari itu.
Pada hari ketiga setelah menghilangnya Farhan, Dara kembali menyambangi rumah Farhan dengan penuh harap bahwa ada kabar tentang Farhan. Pagi itu tidak sia-sia, karena akhirnya Dara bertemu dengan ayah Farhan yang kebetulan saat itu baru pulang dari rumah sakit setelah dua hari iad berada dirumah sakit. 

“Selamat pagi om, apakah Farhan ada ?” tanya Dara kepada ayah Farhan.

“Kamu pasti Dara ya ?” jawab sang ayah kepada Dara.

“Iya betul om, bagaimana om bisa tahu kalau saya Dara ?”

“Om tahu dari Farhan, sudah dua hari ini Farhan sering bercerita tentang kamu, Dara”

“Lalu, dimana Farhan, om ?”

“Farhan pernah berkata kalau kamu akan mencarinya bila tidak mendengar kabar selama beberapa hari.”

“Lalu sekarang Farhan dimana om ? Apakah dia baik-baik saja ?”

“Farhan sudah kembali kepada maha pemberi kehidupan, iya, Farhan sudah bersama Tuhan di surga sana” ucap ayahnya sambil menahan air mata.

“Aaa..apakah itu sungguh terjadi om?” Dara dengan terkejut sambil tercengang.

“Iya itu benar, dan Farhan menitipkan surat kepada om untuk di sampaikan kepada kamu nak Dara” Ayah sambil memberi selembar surat, lalu pergi untuk mengurus pemakaman untuk Farhan.

“Terima kasih om” Dara dengan lekas kembali ke rumahnya yang tenang.

Dia baru membuka suratnya setelah ia sampai dirumah, dan dalam kamarnya yang sunyi. Dara baru berani membuka surat itu.


“Halo nonaku

Maaf selama beberapa hari ini aku tidak memberi kabar. Mungkin saat kamu baca surat ini aku sudah berada tepat di sisi Tuhan. Maaf juga aku tidak pernah memberi tahu kepadamu bahwa aku mempunyai penyakit leukemia, penyakit yang dengan mudah bisa merenggut nyawaku kapan saja. Maaf nonaku.

Aku mempunyai alasan untuk tidak memberi tahumu tentang hal ini, aku tidak ingin kehilangan tawa lepasmu, aku tidak ingin keceriaanmu tergantikan menjadi kesedihan disaat kau tahu tentang penyakitku ini.

Kau adalah pelangi dalam setiap cangkir kopiku, nona. Kuharap, aku juga di anggap seperti itu olehmu. Aku sudah berjanji akan ada disetiap cangkir kopimu bukan?, sekarang aku harap kamu tidak pernah meminum secangkir kopi dengan terburu-buru lagi seperti kau sedang dikejar oleh hangatnya kopi tersebut, seperti dulu :p.
Sampai berjumpa di surga Daraku, jangan pernah menangisiku Dara. Karena aku tidak mau orang lain menghapus air mata dari pipimu yang kurus itu.


Note : Ternyata di sini ada kafe seperti di dunia sana, Dara. Bahkan sekarang aku sudah memesan dua kursi untuk kita nikmati nanti. Kamu tidak perlu terburu-buru untuk sampai ke kafe ini. Karena aku akan menunggumu di sini, di kafe surga. Sampai kapanpun.”


Dara membaca surat itu dengan penuh sesak di setiap katanya. Dia tidak menyangka bahwa Farhan, Tuan hatinya, sudah pergi. Hari itu Dara tidak bisa membuat air matanya berhenti untuk jatuh.

Namun, setelah satu, dua dan tiga minggu. Dara berhasil mengendalikan air matanya kembali. Dan hampir setiap malam Dara pergi ke kafe pelangi. Karena setiap Dara berada di kafe itu, Dara selalu merasa dekat dengan Farhan dan itu membuatnya lebih tenang.

Pelangi selalu ada di setiap tempat yang kita sebut “indah”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar